Candi Badut terletak di Desa Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang; sekitar lima
kilometer di sebelah barat pusat kota Malang. Candi
ini adalah candi tertua di Jawa Timur berdasarkan prasasti Dinoyo
diresmikan pada tanggal 1 Kresnapaksa bulan Margasirsa tahun 682 Çaka
(28 November 760 Masehi). Candi Badut ditemukan oleh pakar arkeologi di
tahun 1923.
Prasasti Dinoyo sendiri saat ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
Tulisan dalam prasasti
juga menceritakan tentang masa pemerintahan Raja
Dewasimba dan putranya, Sang Liswa, yang merupakan masa keemasan
Kerajaan Kanjuruhan. Kedua raja tersebut sangat adil dan bijaksana
serta dicintai rakyatnya. Konon Sang Liswa yang bergelar Raja Gajayana
yang sangat senang melucu (bahasa Jawa: mbadhut) sehingga candi yang
dibangun atas perintahnya dinamakan Candi Badhut. Walaupun terdapat
dugaan semacam itu, sampai saat ini belum ditemukan bukti kuat
keterkaitan Candi Badhut dengan Raja Gajayana.
Selain usianya yang diduga jauh lebih tua, didasarkan pada
keterkaitannya dengan Kerajaan Kanjuruhan, terdapat ciri khas lain yang
membedakan Candi Badhut dari candi lain di Jawa Timur, yaitu pahatan
kalamakara yang menghiasi ambang pintunya. Pada umumnya relief kepala
raksasa yang terdapat di candi-candi Jawa Timur dibuat lengkap dengan
rahang bawah, namun kalamakara yang terdapat di Candi Badhut dibuat
tanpa rahang bawah, mirip dengan yang didapati pada candi-candi di Jawa
tengah. Tubuh candi Badhut yang tambun juga lebih mirip dengan candi di
Jawa Tengah. Candi ini juga memiliki kemiripan dengan Candi Dieng (di
Jawa Tengah) dalam hal bentuk serta reliefnya yang simetris. Candi
Badhut diyakini sebagai candi Syiwa, walaupun sampai saat ini belum
ditemukan arca Agastya di dalamnya.
Bangunan yang terbuat dari batu andesit ini berdiri di atas
batur setinggi sekitar 2 m. Batur ini sangat sederhana, tanpa
hiasan relief, membentuk selasar selebar sekitar 1 m di
sekeliling tubuh candi. Di sisi kanan bagian depan batur
terdapat pahatan tulisan Jawa (hanacaraka) yang tidak jelas
waktu pembuatannya.
Tangga menuju selasar di kaki candi terletak di sisi barat, tepat di
hadapan pintu masuk ke ruang utama di tubuh candi. Pada bagian luar
dinding pengapit tangga terdapat ukiran yang sudah tidak utuh lagi,
namun masih terlihat adanya pola sulur-sulur yang mengelilingi sosok
orang yang sedang meniup seruling. Jalan masuk ke garba grha (ruang
dalam tubuh candi) dilengkapi dengan bilik penampil sepanjang sekitar
1,5 m. Pintu masuk cukup lebar dengan hiasan kalamakara di atas ambang
pintu.
Dalam tubuh candi terdapat ruangan seluas sekitar
5,53 x 3,67 meter2. Di tengah ruangan tersebut terdapat lingga dan yoni,
yang merupakan lambang kesuburan bagi. Pada dinding di sekeliling
ruangan terdapat relung-relung kecil yang tampaknya semula berisi arca.
Dinding candi dihiasi dengan relief burung berkepala manusia dan peniup
seruling. Di keempat sisi tubuh candi juga terdapat relung-relung
berhiaskan bunga dan burung berkepala manusia.Di dinding luar sisi utara
tubuh candi terdapat arca Durga Mahisasuramardini yang tampak sudah
rusak.
Di sisi selatan seharusnya terdapat arca Syiwa Guru dan di sisi timur
seharusnya terdapat arca Ganesha. Keduanya sudah tidak ada lagi di
tempatnya.
Candi ini pernah dipugar di tahun 1925 – 1926, akan
tetapi banyak bagian yang sudah hilang atau belum dapat dikembalikan ke
bentuk asalnya. Atap bangunan utama, misalnya, saat ini sudah tidak
ada di tempatnya. Hanya pelipit di sepanjang tepi atas dinding yang
masih tersisa.
Di bagian barat pelataran, yaitu di sisi kiri dan
kanan halaman depan bangunan candi yang yang sudah dipugar, terdapat
fondasi bangunan lain yang masih belum dipugar. Masih banyak onggokan
batu di sekeliling pelataran candi yang belum dapat di kembalikan ke
tempatnya semula.
No comments:
Post a Comment