Saturday, June 16

Pura Uluwatu - Bali

Pura Luhur Uluwatu atau Pura Uluwatu merupakan pura yang berada di wilayah Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Badung.
Pura yang terletak di ujung barat daya pulau Bali di atas anjungan batu karang yang terjal dan tinggi serta menjorok ke laut ini merupakan Pura Sad Kayangan yang dipercaya oleh orang Hindu sebagai penyangga dari 9 mata angin. 

Pura ini pada mulanya digunakan menjadi tempat memuja seorang pendeta suci dari abad ke-11 bernama Empu Kuturan. Ia menurunkan ajaran Desa Adat dengan segala aturannya. Pura ini juga dipakai untuk memuja pendeta suci berikutnya, yaitu Dang Hyang Nirartha, yang datang ke Bali pada akhir tahun 1550 dan mengakhiri perjalanan sucinya dengan apa yang dinamakan Moksah atau Ngeluhur di tempat ini. Kata inilah yang menjadi asal nama Pura Luhur Uluwatu.

Pura Uluwatu terletak pada ketinggian 97 meter dari permukaan laut. Di depan pura terdapat hutan kecil yang disebut alas kekeran, berfungsi sebagai penyangga kesucian pura.
Pura Uluwatu mempunyai beberapa pura pesanakan, yaitu pura yang erat kaitannya dengan pura induk. Pura pesanakan itu yaitu Pura Bajurit, Pura Pererepan, Pura Kulat, Pura Dalem Selonding dan Pura Dalem Pangleburan. Masing-masing pura ini mempunyai kaitan erat dengan Pura Uluwatu, terutama pada hari-hari piodalan-nya. Piodalan di Pura Uluwatu, Pura Bajurit, Pura Pererepan dan Pura Kulat jatuh pada Selasa Kliwon Wuku Medangsia setiap 210 hari. Manifestasi Tuhan yang dipuja di Pura Uluwatu adalah Dewa Rudra.


Hikayat
Sebelah kanan dan kiri bangunan Pura atau Pelinggih Ida Bagus Jurit yang terletak di kompleks Pura Uluwatu, terdapat dua palungan batu yang menyerupai kapal. Ketika keduanya disatukan, maka bentuknya menyerupai sarcophagus, peti mati batu yang terkenal peninggalan jaman Megalithikum (zaman batu besar). Ada sebuah peninggalan purbakala yang berasal dari abad ke-16, yakni gerbang masuk yang berbentuk lengkung atau bersayap. Gerbang bersayap ini adalah peninggalan purbakala yang tidak lazim. Masa pembuatan gerbang bersayap yang ada di Pura Uluwatu dapat dibandingkan dengan masa yang sama pada kompleks masjid di Desa Sendangduwur, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Masa pembuatannya sesuai dengan tahun Candrasengala yang ditemukan pada pahatan dalam masjid, yang berbunyi Gunaning Salira Tirta Hayu, yang berarti tahun Saka 1483 atau 1561 Masehi.

Apabila sarcophagus yang berada area Dalem Jurit menggambarkan artefak, maka Pura Uluwatu melukiskan tempat yang disucikan sejak jaman peradaban megalitikum (sekitar tahun 500 SM). Dalam lontar Usana Bali menyebutkan bahwa Mpu Kuturan (seorang paderi yang menyebarkan agama Hindu ke Bali) membangun banyak pura di pulau ini dan salah satunya adalah Pura Uluwatu. Dalam lontar Dwijendra Tattwa diuraikan bahwa Mpu Kuturan mengunjungi Bali dua kali, yakni:
 
Kedatangan pertama saat beliau melakukan Tirta Yatra (ziarah ke tempat suci). Saat Beliau tiba di Uluwatu, hatinya bergetar dan beliau mendengar bisikan bahwa tempat tersebut bagus untuk sembahyang. Pada saat itu, Beliau memilih tempat tersebut untuk ngeluwur (melepas sukma/mati untuk kembali kepada kesejatian diri atau moksa). Lalu berdasarkan pertimbangan, beliau meniatkan untuk membangun Parahyangan atau memperluas bangunan Pura Uluwatu dari sebelumnya. Ketika Mpu Kuturan memperluas bangunan pura, beliau juga membangun penginapan sebagai tempat tinggal. Bagunan penginapan tersebut saat ini digunakan oleh masyarakat lokal sebagai tempat suci yang diberi-nama Pura Bukit Gong. Bangunan pura atau Parahyangan di Pura Uluwatu diselesaikan oleh Mpu Kuturan pada abad ke-16 setelah beliau diangkat menjadi Purohita (pendeta penasehat raja) dari Raja Dalem Waturenggong, yang memerintah pada tahun 1460-1552.

Mpu Kuturan pada kedatangan beliau yang kedua mencapai Moksa, yakni hari Selasa, Kliwon Medangsya (istilah dalam kalender Bali). Saksi mata dalam peristiwa tersebut adalah seorang nelayan yang bernama Ki Pasek Nambangan. Ia melihatnya cahaya yang sangat terang melesat ke angkasa yang disebut Ngeluwur.

Tersirat dalam Lontar Padma Bhuwana bahwa Pura Uluwatu terletak menghadap ke barat daya, ditujukan untuk memuja Dewa Rudra, salah satu dari Dewa dalam Sembilan Dewa (Dewata Nawa Sanga). Dewa Rudra adalah Dewa Siwa sebagai Pemralina atau Muara Sejati. Dalam lontar ini juga disebutkan bahwa Pura Uluwatu di Alam Kahyangan dipuja oleh seluruh umat Hindu. Sejak dibuka untuk umum, Pura ini dikunjungi oleh banyak orang dari seluruh dunia karena pemandangannya yang menawan, matahari tenggelam, latar belakang Samudera Hindia yang menakjubkan serta tebing karang yang curam. Sungguh tempat yang sempurna untuk dikunjungi di Bali.

Pura Uluwatu juga menjadi terkenal karena tepat di bawahnya adalah pantai Pecatu yang sering kali digunakan sebagai tempat untuk olahraga selancar, bahkan even internasional seringkali diadakan di sini. Ombak pantai ini terkenal amat cocok untuk dijadikan tempat selancar selain keindahan alam Bali yang memang amat cantik.


No comments:

Post a Comment